Cristiano Ronaldo Lagi dan Lagi Mengkritik Man United. Dunia sepak bola kembali bergemuruh dengan suara familiar yang tak asing lagi: Cristiano Ronaldo. Bintang asal Portugal itu, yang kini bermain di liga Arab Saudi, kembali melontarkan kritik pedas terhadap mantan klubnya, Manchester United. Dalam wawancara terbaru yang tayang awal November 2025, Ronaldo tak segan menyatakan bahwa klub berjuluk Setan Merah itu sedang berada di “jalan yang salah” dan kekurangan struktur yang solid. Ini bukan pertama kalinya ia bersuara; sejak meninggalkan Old Trafford pada akhir 2022, Ronaldo sering kali menjadi komentator tak resmi yang blak-blakan soal kondisi internal klub. Kali ini, kritiknya datang di tengah musim yang sulit bagi United, di mana mereka tertatih di posisi delapan klasemen Liga Inggris dan baru saja menunjuk pelatih baru, Ruben Amorim, untuk membalikkan keadaan. Meski nada suaranya penuh kasih sayang sebagai mantan pemain, pesannya jelas: perubahan mendalam diperlukan. Bagi penggemar, ini seperti tamparan halus yang mengingatkan betapa besar warisannya di sana, tapi juga menyoroti luka lama yang belum sembuh. REVIEW LAGU
Latar Belakang Kritik Ronaldo terhadap Manchester United: Cristiano Ronaldo Lagi dan Lagi Mengkritik Man United
Hubungan Cristiano Ronaldo dengan Manchester United memang seperti rollercoaster—penuh euforia dan jurang dalam. Ia pertama kali bergabung pada 2003 sebagai remaja berbakat, lalu kembali megah pada 2021 setelah kesuksesan di Italia. Di periode kedua itu, Ronaldo mencetak 24 gol dalam musim perdana, tapi konflik dengan manajemen mulai muncul. Pada November 2022, ia memberikan wawancara kontroversial yang mengkritik pemilik klub, pelatih Erik ten Hag, dan bahkan legenda seperti Wayne Rooney. Hasilnya? Kontrak diputus, dan Ronaldo pindah ke klub Saudi. Sejak saat itu, kritiknya tak pernah benar-benar reda. Ia sering menyiratkan bahwa United kehilangan identitas juara, terutama setelah kegagalan meraih trofi besar sejak 2017.
Pada 2023 dan 2024, Ronaldo sempat lebih diam, fokus membangun dinasti di Timur Tengah dengan mencetak rekor gol di liga lokal. Namun, saat United terus bergulat dengan inkonsistensi—dari pemecatan pelatih hingga investasi besar yang tak berbuah—ia kembali bersuara. Di awal 2025, ia sempat memuji skuad muda United, tapi kini, dengan posisi klub yang merosot, kritiknya semakin tajam. Ronaldo, yang kini berusia 40 tahun tapi masih produktif dengan 15 gol musim ini, melihat United dari perspektif luar: sebagai mantan ikon yang tahu betul apa yang dibutuhkan untuk kembali ke puncak. Kritiknya bukan sekadar curhatan; ia sering disertai saran, seperti pentingnya kesabaran dan pembangunan fondasi kuat. Ini mencerminkan karakternya—ambisius, tak kenal kompromi, dan selalu ingin yang terbaik, meski kadang terdengar seperti ayah yang marah pada anak kesayangannya.
Isi Kritik Terkini dan Respons dari Pihak Klub: Cristiano Ronaldo Lagi dan Lagi Mengkritik Man United
Dalam wawancara yang tayang 4 November 2025, Ronaldo tak main-main. Ia bilang United “tidak punya struktur” dan sedang “bukan di jalur yang baik”. Yang menarik, ia justru membela pelatih baru Ruben Amorim, menyebut pria asal Portugal itu “bekerja keras” tapi tak bisa melakukan mukjizat sendirian. “Mereka harus membangun dari bawah, bukan bergantung pada satu orang,” katanya, menekankan masalah sistemik seperti kurangnya kohesi di lini belakang dan ketergantungan pada transfer mahal tanpa visi jangka panjang. Ini berbeda dari kritik masa lalu yang lebih personal; kini, nada suaranya lebih konstruktif, seolah ia ingin membantu dari kejauhan.
Respons dari United datang cepat. Amorim, yang baru menangani tim sejak Oktober 2025, memilih sikap bijak. Dalam konferensi pers pasca-laga akhir pekan, ia bilang, “Saya menghargai pendapat Cristiano, tapi fokus kami adalah masa depan, bukan masa lalu.” Pelatih 40 tahun itu menambahkan bahwa kritik Ronaldo justru memotivasi skuad untuk membuktikan diri, terutama dengan jadwal padat melawan rival-rival besar. Manajemen klub, yang dipimpin oleh Sir Jim Ratcliffe sebagai pemilik minoritas, juga tak bereaksi berlebih—mungkin belajar dari drama 2022. Sebaliknya, mereka merilis pernyataan singkat yang mengakui warisan Ronaldo sambil menegaskan komitmen restrukturisasi. Di kalangan suporter, opini terbelah: sebagian merasa Ronaldo terlalu ikut campur, tapi yang lain melihatnya sebagai suara suara hati yang jujur. Kritik ini datang di saat krusial, saat United baru meraih dua kemenangan dari lima laga terakhir di bawah Amorim, membuat tekanan semakin menumpuk.
Dampak Kritik Ronaldo bagi Manchester United dan Kariernya Sendiri
Kritik Ronaldo ini seperti bensin bagi api yang sudah menyala di Manchester United. Di satu sisi, ia menyoroti masalah nyata: skuad yang mahal tapi tak sinkron, dengan pemain seperti Bruno Fernandes dan Marcus Rashford yang kadang brilian tapi tak konsisten. Bagi Amorim, ini ujian awal—ia harus membuktikan bahwa sistem 3-4-3 andalannya bisa mengubah nasib, terutama di kompetisi Eropa di mana United tersingkir dini musim ini. Dampak positifnya? Kritik ini bisa menyatukan tim, mengubah rasa frustrasi menjadi bahan bakar. Bagi suporter, Ronaldo tetap idola; survei informal menunjukkan 60 persen penggemar setuju dengan analisanya, meski sisanya merasa ia harus diam saja. Secara lebih luas, ini mengingatkan liga Inggris bahwa United butuh perubahan holistik, bukan sekadar pelatih baru.
Bagi Ronaldo sendiri, kritik berulang ini justru memperkuat citranya sebagai figur berani. Di usia 40, ia bukan lagi pemain yang haus pamer, tapi ikon global yang berani bicara. Kariernya di Saudi tetap cemerlang—ia memimpin timnya ke puncak klasemen dan jadi top skor liga—tapi suaranya soal United menjaga relevansinya di Eropa. Ini juga membuka spekulasi: apakah ia rindu Old Trafford? Meski tak ada indikasi comeback, kritiknya menunjukkan ikatan emosional yang dalam. Secara keseluruhan, dampaknya bisa jadi katalisator; jika United bangkit, Ronaldo akan disebut sebagai pengingat bijak. Jika tidak, kritiknya akan terus bergema sebagai catatan kaki sejarah yang pahit.
Kesimpulan
Cristiano Ronaldo sekali lagi membuktikan dirinya sebagai suara yang tak bisa diabaikan dalam narasi Manchester United. Kritiknya pada November 2025, yang menyoroti kurangnya struktur dan membela Amorim, bukan sekadar ledakan emosi, melainkan panggilan untuk aksi. Dengan latar belakang panjangnya di klub, isi pedasnya yang konstruktif, dan dampak yang berpotensi mengguncang, ini menggarisbawahi betapa rumitnya hubungan antara legenda dan mantan rumah. Bagi United, ini momen untuk introspeksi; bagi Ronaldo, kesempatan untuk tetap relevan. Di tengah musim yang penuh gejolak, satu hal pasti: suara dari Saudi itu akan terus terdengar, mendorong Setan Merah—entah suka atau tidak—menuju jalan yang lebih benar. Mungkin, suatu hari, kritik ini justru jadi babak penutup manis dalam kisah panjang mereka.

