Ungkapan Antony Atas Hubungannya yang Buruk Selama di MU. Dunia sepak bola kembali diramaikan oleh pengakuan jujur dari salah satu pemain sayap paling kontroversial, Antony. Mantan bintang Manchester United ini baru saja membuka suara soal hubungannya yang kurang harmonis selama tiga musim di Old Trafford. Dalam wawancara eksklusif yang tayang awal Oktober 2025, Antony tak segan menumpahkan isi hati, menyebut dirinya merasa tidak dihormati oleh klub dan rekan setim. Pengakuan ini muncul tak lama setelah ia menyelesaikan pinjaman ke Real Betis, di mana ia mulai menunjukkan kilau baru. Bagi penggemar Setan Merah, ini seperti tamparan dingin, mengingat investasi mahal sebesar 95 juta euro yang dibayarkan pada 2022. Antony, yang dulu dianggap sebagai senjata rahasia Erik ten Hag, kini jadi simbol kegagalan adaptasi di liga paling kompetitif. Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar? Pengakuan ini tak hanya membuka luka lama, tapi juga memicu diskusi soal tekanan mental di sepak bola modern. Mari kita kupas lebih dalam, dari akar masalah hingga implikasinya ke depan. BERITA TERKINI
Latar Belakang Karier Antony di Manchester United: Ungkapan Antony Atas Hubungannya yang Buruk Selama di MU
Antony bergabung dengan Manchester United pada musim panas 2022 dengan harapan tinggi. Datang dari Ajax Amsterdam, ia langsung jadi starter utama di bawah asuhan mantan pelatihnya, Erik ten Hag. Gaya dribel lincah dan tendangan kaki kanan yang mematikan membuatnya tampil mencuri perhatian di awal-awal. Namun, euforia itu cepat pudar. Musim debutnya diakhiri dengan hanya enam gol dari 29 laga Liga Inggris, diikuti performa inkonsisten di musim kedua. Kritik pedas dari media dan fans mulai mengalir deras, menyoroti keputusan transfer yang dianggap overpriced. Di lapangan, Antony kesulitan beradaptasi dengan intensitas Premier League—kecepatan permainan yang brutal dan tekanan defensif yang tak kenal ampun. Off the pitch, isu pribadi ikut mengganggu; tuduhan kekerasan domestik pada 2023 sempat membuatnya absen dan merusak citra. Meski akhirnya dibersihkan, bayang-bayang itu meninggalkan bekas. Hubungan dengan ten Hag, yang awalnya seperti ayah-anak, mulai retak saat pelatih Belanda itu kerap meminggirkan Antony demi pemain muda seperti Alejandro Garnacho. Pada akhir musim 2024-2025, Antony hanya bermain 1.200 menit di liga, rekor terburuknya. Ini semua jadi fondasi bagi rasa frustrasi yang meledak belakangan, di mana ia merasa seperti pion yang dibuang setelah tak lagi berguna.
Ungkapan Terbaru Antony dan Alasan di Baliknya: Ungkapan Antony Atas Hubungannya yang Buruk Selama di MU
Dalam wawancara yang emosional itu, Antony tak menahan diri. “Saya merasa tidak dihormati di sana. Ada momen-momen buruk yang sulit dilupakan,” katanya dengan suara parau, mata berkaca-kaca. Ia menyoroti bagaimana komunikasi dengan manajemen klub terasa dingin, terutama saat kontraknya jadi bahan gosip transfer. Antony mengaku sering merasa sendirian di ruang ganti, di mana dukungan emosional minim meski ia berjuang dengan tekanan dari Brasil—negara asalnya yang selalu haus akan kesuksesan. “Saya datang dengan mimpi besar, tapi rasanya seperti dibiarkan tenggelam,” tambahnya. Pengakuan ini bukan sekadar keluhan; ia juga blak-blakan soal kesalahan pribadi, seperti kurangnya kedisiplinan di latihan yang membuat ten Hag kecewa. Tapi, inti masalahnya adalah ekspektasi yang tak realistis. Klub mengharapkan ia jadi replika Lionel Messi versi murah, padahal Antony lebih cocok sebagai pemain pendukung daripada bintang utama. Setelah pindah ke Betis pada September 2025, ia sudah mencetak dua gol dalam lima laga La Liga, bukti bahwa lingkungan baru memberi ruang bernapas. Ungkapan ini jadi katarsis baginya, tapi juga peringatan bagi MU: jangan abaikan sisi manusiawi pemain di balik angka statistik.
Reaksi dari Pihak Manchester United dan Penggemar
Pengakuan Antony langsung memicu gelombang reaksi di Manchester United. Erik ten Hag, yang kini masih bertahan meski tim berada di posisi 14 klasemen, memilih diam seribu bahasa. Sumber internal klub menyebut ini sebagai “masalah masa lalu” yang tak relevan lagi, mengingat Antony sudah bukan bagian skuad. Namun, Ruben Amorim, kandidat kuat pengganti ten Hag, justru angkat bicara: “Kami harus belajar dari setiap cerita, tapi aksi di lapangan yang bicara.” Fans, melalui forum seperti Red Devils subreddit, terbelah. Sebagian membela Antony, melihatnya sebagai korban sistem klub yang kacau—dari pergantian pelatih hingga hutang finansial. Yang lain lebih keras: “Dia dapat gaji 200 ribu pound per minggu tapi performanya nol besar,” tulis seorang suporter veteran. Media Inggris seperti The Sun dan BBC ikut menggali, menghubungkan ini dengan kegagalan transfer lain seperti Jadon Sancho. Di Brasil, pahlawan nasional ini malah dapat simpati; selebriti seperti Neymar Jr. retweet dukungan, menyebut MU sebagai “mesin penggiling mimpi”. Secara keseluruhan, reaksi ini memperburuk citra United di mata investor, terutama saat mereka berjuang di Europa League. Bagi Antony, ini jadi momentum untuk move on, tapi bagi klub, pelajaran mahal soal manajemen talenta.
Kesimpulan
Pengakuan Antony soal hubungan buruk di Manchester United adalah cerminan gelap dari sisi sepak bola elit: di mana talenta bertemu ekspektasi raksasa, seringkali berujung luka. Dari karir cemerlang di Ajax hingga air mata di wawancara, perjalanannya mengingatkan kita bahwa pemain bukan robot. MU, dengan sejarah gemilangnya, kini harus introspeksi—apakah investasi uang lebih penting daripada investasi hati? Bagi Antony, babak baru di Betis bisa jadi titik balik, asal ia belajar dari kesalahan. Penggemar sepak bola, mari ambil pelajaran: dukunglah dengan bijak, karena di balik jersey ada cerita manusia. Semoga ini jadi akhir dari drama panjang, dan awal dari comeback yang epik. Old Trafford mungkin tak lagi rumahnya, tapi sepak bola selalu punya ruang kedua.